Keinginan mendapat PAD dari sumber selain pajak daerah, telah mendorong pemerintah propinsi Jatim mencoba mengejar Golden Share dari produksi minyak yang ada di Jawa Timur, sebagaimana telah diperoleh propinsa NAD dan Papua. Namun bukan hanya Golden Share, bahkan Participating Interest pun belum didapat.
Sekiranya Golden Share atau Participating Interest (PI) kita dapatkan-pun masih ada dilema yang harus dihadapi, diantaranya :
Pertama, Modal. Participating Interest maupun Golden Share bukanlah pemberian instan berupa migas hasil eksplorasi. Namun harus menyiapkan dana dan ikut bekerja, baru beroleh hasil. Sekiranya mendapatkan jatah P! 10% di blok WMO, kita membutuhkan modal sekitar 28T. bukan angka kecil. Bahkan total asset Bank Jatim-pun belum mencapai angka tersebut. Kekuatan APBD jatim sendiri, masih pada angka 11T.
Kedua, Pelaksana. Ketika mendapat hak PI maupun Golden Share, maka Pemerintah Jawa Timur harus menyiapkan lembaga pelaksananya. Satu-satunya BUMD jatim yang bergerak di bidang migas adalah Petrogas Jatim Utama (PJU). Banyak hal yang masih harus dibenahi, dari BUMD tersebut. Dalam talk show di sebuah stasiun TV beberapa waktu lalu, dirut PT. PJU masih mempertanyakan kejelasan birokrasi yang membelitnya, untuk menangani pekerjaan-pekerjaan besar, termasuk ketika harus menangani PI maupun Golden Share. Beliau berharap didampingi oleh komisaris yang professional, berharap ada aturan main yang jelas, dan banyak harapan lainnya.
Artinya, ada banyak hal yang harus dibenahi di dalam. Belum lagi, proyek Migas adalah proyek yang padat teknologi. BUMD kita belum memiliki cukup peralatan, untuk menangani proyek-proyek hulu yang besar. Dengan demikian, harus menggandeng rekanan untuk mengerjakannya. Hal ini pernah dipertanyakan komisi VII DPR-RI, karena sebenarnya rekanan yang akan digandeng nanti adalah rekanan yang juga digandeng Pertamina, ketika PI tidak diberikan ke pemerintah daerah. Sehingga hanya menambah rantai saja.
Ketiga, Resiko. Selain padat modal dan padat teknologi, proyek migas juga padat resiko. Artinya, ketika pemerintah propinsi berhasil mendapatkan modal yang dibutuhkan, masih harus dipertimbangkan kemungkinan merugi. Pengalaman pernah terjadi di propinsi Riau, pada tahun 2000. Ketika BUMD setempat menuntut diberikan hak kelola 20% dan dituruti, terjadi penurunan drastic Lifting migas-nya, sehingga bukan hanya pemerintah propinsi yang merugi, namun juga pemerintah pusat.
Perjuangan untuk mendapatkan sharing migas harus terus dilakukan secara getol, karena dari sharing tersebut, pemerintah propinsi akan mendapat PAD lebih dari dana bagi hasil yang selama ini diperoleh. Namun tiga hal diatas harus mendapat perhatian sejak dini, sehingga pemprop Jatim tidak justru merugi. Migas ibarat gula yang banyak dikerubuti semut. Jangan sampai pemerintah propinsi hanya menjadi alat bagi semut-semut yang berharap segera mendapat gula, kurang mempertimbangkan kepentingan yang lebih luas.
0 komentar:
Posting Komentar
Kepada Pengunjung silahkan Meninggalkan jejak dengan komentar yang membangun. untuk kritik dan saran atau yang ingin mengirimkan berita/beritanya ingin ditampilkan diweb bisa kirim datanya via email par_kabmojokerto1426@yahoo.com terimakasih.